JURNALISTIK FOTO
Oleh : CHANDRA AN
JURNALISTIK FOTO
Adalah tata cara yang mengatur teknis
pekerjaan penyajian berita atau informasi dengan menggunakan fotografi sebagai
materi penyajian secara visual.
Dalam persurat kabaran, foto adalah paparan
fakta secara visual. Sehingga faliditasnya cukup memiliki nilai kepercayaan
yang tinggi dibanding sajian tulisan.
Jurnalistik Foto meliputi Penguasaan
Jurnalistik dan Fotografi. Dengan demikian seorang Jurnalis Foto atau Pewarta
Foto, selain faham tentang teknik fotografi secara umum, juga harus mengenal
atau faham tentang Ilmu Jurnalisme.
Penguasaan teknik foto sebagai pendukung
hasil akhir gambar / visualisasi fakta. Sedangkan arti pemahaman ilmu
Jurnalistik akan mempengaruhi terhadap moment penting yang hendak disampaikan
ke public. Artinya dengan memahami tentang Jurnalistik, si pewarta foto akan mengetahui
betapa pentingnya sebuah informasi untuk diketahui public. Termasuk juga dapat
menentukan feetback atau umpan balik dari pesan yang disampaikan ke public.
Rangkaian kerja seorang Jurnalis Foto
meliputi :
- Perencanaan
Peliputan.
- Penyiapan
Konsep & Eksplorasi Peliputan.
- Peliputan.
- Editing
dan Captioning.
- Dokumentasi.
PERENCANAAN
Peliputan foto jurnalistik harus
direncanakan. Terutama penyiapan perlengkapan fotografi yang sesuai dengan
medan peliputan dan tata tertib peliputan. Kurangnya perencanaan sering
mengakibatkan pewarta foto tak mampu mendapatkan hasil yang maksimal.
Salah satu contoh kasus adalah
peliputan Presiden RI. Dalam peliputan ini diterapkan aturan ketat, salah
satunya adalah posisi pemotretan yang tak sebebas pejabat pemerintahan tingkat
kelurahan maupun kota. Tentunya pewarta foto harus sadar bahwa perlengkapan
fotografi menjadi factor penting yang mendukung hasil peliputan. Sangatlah
tidak mungkin pewarta foto akan mengandalkan lensa dengan rentang lebar untuk
mendapatkan gambar presiden secara dekat atau detil. Karena selain posisi
peliput dan obyek yang diliput dibatasi jarak yang tidak dekat, juga harus
berebut moment dengan rekan-rekan lain yang kadang saling berhimpit-himpit dan
berdesakan.
Selain merencanakan peralatan yang
dibawa, juga harus menyesuaikan penampilan. Membawa tas kamera ransel misalnya,
sering mendatangkan kendala saat peliputan presiden di ruang in door. Selain
karena aturan ketat protokoler, juga saat berdesak-desakan akan mengganggu
rekan-rekan peliput yang lain. Idealnya justru membawa tas kamera yang simple
namun memuat perlengkapan yang dibutuhkan.
Penampilan lain adalah cara
berpakaian. Pakaian sangat mempengaruhi gerakan kita di ruang peliputan.
Setelah merencanakan perlengkapan yang
dibutuhkan dan dibawa, serta penampilan, yang tak kalah penting adalah
merencanakan peliputan. Pewarta foto harus mengerti apa yang hendak diliput.
Oleh karena itu pewarta foto juga harus faham tentang acara yang didatanginya.
Tentukan apa yang menarik untuk diliput. Harus tahu tokoh-tokoh siapa saja yang
datang. Paham juga tentang alur acara. Serta peka terhadap isu yang bisa
dikaitkan atau terkait dengan acara atau peristiwa yang diliput.
PENYIAPAN KONSEP & EKSPLORASI
Setelah merencanakan secara matang
kesiapan peliputan, seorang pewarta foto juga harus memiliki konsep peliputan.
Misalnya harus sudah ada di pikirannya tentang gambaran apa yang hendak
diliput. Selain itu juga harus memiliki konsep pemotretan yang jelas, meliputi
pilihan obyek foto (moment puncak), tokoh-tokoh yang terkait dengan isu segar
(diluar maupun dalam konteks peliputan), serta menentukan angle
pemotretan yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan pemberitaan.
Konsep adalah syarat mutlak untuk
pencapaian hasil yang maksimal. Sama halnya ketika seorang wartawan akan
menulis berita, tentunya tak lepas dari konsep. Misalnya angle pemberitaan,
pilihan lead berita, serta feed back dari pemberitaan atau pemuatan.
Dalam peliputan seorang pewarta foto
juga harus rajin eksplorasi moment dan obyek yang menarik untuk pemberitaan.
Selain eksplorasi moment juga angle pemotretan.
PELIPUTAN
Dalam peliputan adalah melaksanakan
apa yang direncanakan dan apa yang telah dikonsep. Selain itu hasil eksplorasi
juga akan menambah banyak pilihan angle berita foto yang hendak disampaikan.
Kalapun tidak digunakan untuk pemuatan pada waktu itu, foto-foto yang dibuat
juga akan menjadi sangat penting ketika terkait isu segar yang sedang in.
Dalam Jurnalistik Foto dikenal adanya
approach (pendekatan). Pendekatan perlu dilakukan untuk mempermudah jalannya
peliputan. Ada 3 Approach yang dikategorikan dapat mempengaruhi kelancaran
pewarta foto dalam melakukan peliputan foto. Antara lain :
-Personal Approach :
Pendekatan Personal
-Community Approach :
Pendekatan Kelompok
-Visual Approach :
Pendekatan Visual
EDITING dan CAPTIONING
Foto Jurnalistik juga tidak lepas dari
editing. Editing yang dilakukan sejauh tidak menambah elemen gambar di luar kontek
fakta yang terjadi dan terekam kamera.
Editing yang diijinkan dalam Foto
Jurnalistik antara lain :
-Cropping : Pemotongan bidang gambar
untuk
-Dodging : Pengurangan Cahaya
(menggelapkan bagian tertentu)
-Burning : Penambahan Cahaya
(menerangkan bagian tertentu)
Fungsi Editing :
-
Koreksi Bidang
-
Koreksi Warna
-
Koreksi Kekontrasan / Ketajaman Gambar
Prinsip editing adalah mengolah gambar
tanpa memanipulasi obyek dengan tunjuan memperbaiki penampilan gambar agar
jelas dan menarik untuk dilihat.
Selain melakukan editing, foto
jurnalistik juga harus disertai caption. Caption adalah data tulisan yang menerangkan
data obyek foto.
Foto jurnalistik tidak bisa lepas dari
caption, karena caption berfungsi menerangkan data yang tidak dapat tergambar
(kapan, siapa dan mengapa).
Foto Jurnalistik tanpa caption disebut
foto bisu. Foto bisu sangat membingungkan pemirsa, bahkan bisa jadi pemirsa
akan memiliki persepsi beda dalam memaknai maksud foto jurnalistik, karena
tidak ada pesan yang mengarahkan.
Caption harus memuat unsur 5W + 1H
yakni What (apa), When (kapan), Where (di mana), Who (siapa), Why (kenapa) dan
How (Bagaimana).
DOKUMENTASI
Dokumentasi adalah tugas akhir seorang
pewarta foto. Sebab foto-foto. Baik yang telah dimuat maupun tidak termuat akan
menjadi arsip berharga. Besar kemungkinannya, foto-foto masa lalu akan menjadi
bahan pemberitaan di kemudian hari terkait dengan isu yang lagi fresh.
Contoh : Ketika muncul pemberitaan
sepak terjang mantan Presiden Soeharto ketika masih menjabat sebagai presiden
di tahun 1982-1984. Sangat lah tepat kalau media masa cetak menurunkan
foto-fotonya dengan obyek Soeharto pada masa-masa itu, bukannya yang dimuat
foto Soeharto ketika sudah tidak menjadi presiden. Secara aktualitas peristiwa
memang kurang, karena itu foto masa lalu (dokumentasi). Tapi aktualitas isu-nya
justru fresh (segar) karena diangkat kembali (sebelumnya belum diangkat).
Faktanya tetap faktual.
Dalam mendokumentasikan hendaknya
disusun secara sistematis dengan maksud dan tujuan untuk mempermudah pencarian
dan mengetahui datanya.
Bila data tersebut merupakan data
digital, simpan dengan system folder di computer serta di-back up dengan
compact disk atau flash disk.
Namun bila datanya berupa film simpan
dalam tempat atau cabinet khusus yang tidak mudah lembab.
FOTO JURNALISTIK
Adalah karya dari proses Jurnalistik Foto.
Foto Jurnalistik merupakan foto-foto yang
mengandung nilai kepentingan berita untuk diketahui publik yang disampaikan
melalui media cetak (majalah maupun koran)
Yang membedakan foto jurnalistik dengan
foto-foto lain adalah penyertaan caption sebagai pelengkap foto yang berfungsi
untuk menceritakan data-data yang tak terungkap dalam gambar (misalnya kapan,
dimana, mengapa).
Foto Jurnalistik yang baik :
- Menarik
dan layak untuk diketahui publik (Pesan maupun visualisasinya).
- Mampu
melahirkan dampak (featback) pada publik (menggerakkan emosi).
- Monumental.
- Memberikan
informasi dan kesan kepada public.
Jenis Foto Jurnalistik :
- Feature
: Foto yang memaparkan kisah kehidupan manusia.
- Head Shot
: Foto Close
Up / setengah badan (identitas).
- Spot News
: Foto
Peristiwa yang sedang hangat.
- Human
Interest: : Foto yang menampilkan sisi
kehidupan manusia.
-
Esai
: Foto yang
ditampilkan secara sekuel dgn 1 tema.
-
Displai
: Kumpulan Foto yang ditampilkan secara display.
Fungsi Foto Jurnalistik dalam
Penerbitan Cetak :
- Sebagai
penegas fakta.
- Memberi
gambaran fakta visual.
- Mengundang
daya tarik pembaca.
Hal-hal yang perlu dihindari dalam
karya Jurnalistik Foto :
- Menyampaikan
fakta yang direkayasa.
- Memunculkan
persepsi diluar konteks fakta yang sebenarnya.
- Memancing
emosi ke arah negative (bagi sumber maupun public).
Kaidah 5W+1H dalam Foto Jurnalistik.
Dalam Jurnalistik tak lepas dari barometer
5W+1H, yakni What (apa), When (kapan), Where (di mana), Who (siapa), Why
(kenapa) dan How (Bagaimana). Artinya dengan melibatkan 5W+1H, pembaca akan
mengetahui kejelasan dari informasi yang kita tulis (misalnya berita).
Lalu hubungannya dengan Foto Jurnalistik ?
Foto Jurnalistik juga tak bisa lepas dari 5W+1H. Kalau pun secara visual sulit
memenuhi unsure tersebut, minimal dalam caption foto (keterangan tertulis foto)
harus menyangkut 5W+1H.
Caption dalam Foto Jurnalistik sangat
penting. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan pembaca agar tidak salah persepsi
menerjemahkan tampilan visual pemberitaan.
Penulis adalah Pewarta Foto SKH Kedaulatan
Rakyat
Pernah bekerja di Harian Sore WAWASAN
Semarang & Harian Umum KOMPAS.
Selain Pewarta Foto juga pernah sebagai
Pengajar Materi Fotografi Jurnalistik di D-III PR Undip dan Fotografi
Arsitektur di Fakultas Teknik Arsitektur UNIKA Soegijapranata Semarang
Sampai sekarang masih aktif sebagai pemateri
Jurnalistik Foto di Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Propinsi Jawa Tengah dan
lembaga penerbitan kampus di Semarang.
Staf Pengajar Fotografi Lembaga Pendidikan
Wartawan PWI Jateng.
No telpon : 081 39096 4545, 024 70257968
(fleksi)
Pendidikan : FISIP (ANE) UNTAG Semarang &
Jurnalistik STIK Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar