One Piece Logo

Rabu, 28 November 2012

PO ANSOR


Tujuan Foto Jurnalistik


Fotografi Jurnalistik
Tujuan Foto jurnalistik: mempengaruhi orang
Foto jurnalistik memberi Pesan-tujuan-feed back
Karya jurnalistik adalah yang memberi dampak.
Ingatlah bahwa tujuan menulis bagi seorang jurnalis adalah memberi informasi kepada org lain:
-          Pembaca yang belum tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu.
-          Memberikan pesan moral misalnya,dll.
-          Harus mencari di balik apa yang terlihat (behind the scene).


Fungsi foto jurnalistik di samping sebagai penegas fakta juga sbb:
-          Membantu pembaca dalam memahami sebuah berita/informasi.
-          Membuat pembaca merasa lebih dekat dengan berita yang ditayangkan.
-          Meningkatkan daya tarik pembaca.
-          Memberi dampak
Media massa sebagai social control
Wartawan memiliki fungsi control social,

Pertanyaan:
1.       Nama                    : Malikha
Delegasi               :
Pertanyaan         : Foto panas Pangeran William & kate di suatu media
Bagaimana dengan foto-foto negatifdi Media tersebut?

Jawab: Kode etik memfoto,
Menyesuaikan culture dan melihat konteksnya (terlepas dari asumsi masing-masing pembaca).

2.       Nama                    : Nur Sahrul
Delegasi               :
Pertanyaan         : Bagaimana memfoto yang baik (memilih obyek dan posisi memfoto)?

                                Jawab:
1.       Pilih kamera yang baik atau yang agak mahal dikit.

3.       Nama                    : MAhfudz
Delegasi               :
Pertanyaan         : Sejauh manakah editor mengedit foto?
Jawab: Sejauh tidak menambahkan fakta baru
                didasarkan pada nilai kepentingan.
4.       Nama                    : Suwanto
Pertanyaan         : Bagaimana kita bisa mengambil foto yang bagus dalam keadaan bahaya? Misalnya dalam tawuran, dll.
Jawab: - Bagaimana memahami sistuasi di TKP
-  Perencanaan yang baik
-  Alatnya harus bagus

Model Komunikasi


Model-model komunikasi massa
Model yang mana yang relevan dimasa sekarang?

A.Model Melvin De Fleur
         Model De Fleur,sumber dan pemancar tidak berada di satu posisi,penerima pesan sebagai sasaran pesan. Model ini menekankan fakta bahwa gangguan boleh mencampuri dalam proses komunikasi massa dan tidak semata-mata diidentifikasi dengan saluran atau media.titik tekan De Flaur untuk mencapai berbagai makna pesan  pengertian sumber dengan tujuan.
            MODEL Melvin Tersebut masih Relevan untuk komunikasi massa, karena komunikasi massa adalah komunikasi untuk khalayak banyak. Dengan demikian komunikasi massa sangatlah dipengaruhi oleh pemancar.

B.Model Micheal W.Gamble dan Teri Kwal Gamble
          Ada satu cirri yang menyertai model ini.seorang audience merespons pesan-pesan  kemudian disampaikan pada pengelola surat kabar,menurut Gemble ia berposisi sebagai komunikator.jadi seolah-olah model ini mengatakan antara sumber dan penerima pesan sama kedudukanya.
Model ini untuk masa sekarang tidak relevan lagi, karena kedudukan pengirim dan penerima tidak ada dalam satu tempat lagi, banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan pesan

C.Model HUB
         Model komunikasi massa HUB adalah model lingkaran yang dinamis dan berputar terus-menerus.lingkaran yang konsentris sebagai rangkaian aksi-reaksi.komunikator menyebarkan pesan ke luar ,komunikator dibantu media amplifica.Model HUB mengakui ada gangguan pemutar balikkan fakta dalam proses penyebaran pesan.
Model ini merupakan lingkaran yang tidak ada ujungnya,jadi model komunikas HUB, masih relevan digunakan untuk menyampaikan komunikasi massa.


D.Model Black dan Whitney
       Model ini kurang detail  menampilkan elemen-elemen dalam konikasi massa,missal tidak adanya gatekeeper.model ini sengaja ingin memengaruhi mass audience.pesan mengalami gangguan dan kegaduhan karena memakai media massa,audience beragam minat dan kepentingan memanfaatkan pesan-pesanmedia massa.sehingga memuncullkan efek yang berrlainan satu sama lain.
 Model ini tidak relevan lagi karena inti dari pesan yang disampaikan gagal untuk diterima secara utuh,audien sendiri memanfaatkan pesan tersebut lain-lain          
E.Model Bruce Westley dan Malcom McLean 
       Model komunikasi yang dikemukakan oleh dua orang ini memang berbeda dengan model-model lain. Di sini, komunikator atau yang diibaratkan reporter berbeda posisinya dengan editor atau gatekeeper, walau dalam prakteknya memang demikian. Padahal dalam kajian komunikasi massa keduanya adalah komunikator. Namun yang jelas model ini sudah mampu menggambarkan proses komunikasi massa. Bisa jadi, Bruce Westley dan Malcom McLean hanya mencoba membuat model lebih detail.
        Apabila ,model ini dipakai pada jaman sekarang bisa dikatakan relevan, karena di dalam model ini juga gatekeeper berperan dalam pengeditan liputan informasi. Dan komunikator atau reporter juga telah memberikan informasi sesuai kenyataan, sehingga audience dapat merespons berkenaan dengan ketepatan atau kepentingannya.
F.MODEL MALETZKE
             Model ini merupakan pengembangan dari model umum komunikasi yang sering dinamakan Comunicator (C), Medium (M), dan  Receiver (R). Bahkan jika diperhatikan hamper menyerupai model Berlo (model S-M-C-R).
            Model ini tidak begitu rumit bila diperhatikan, jadi model ini bisa digunakan, karena kepraktisan yang diterapkan oleh model ini, sehingga peran yang ada dalam komunikasi semua berperan dalam posisi masing-masing.
G.MODEL BRYANT DAN WALLACE
             Dalam model yang dikemukakan oleh Bryant dan Wallace ini masih terlihat sangat umum. Secara khusus model ini tidak memasukkan gatekeeper dalam proses peredaran pesan, padahal yang paling mutlak dalam proses komunikasi adalah gatekeeper yang merupakan elemen utamanya.
           Jelas sekali bahwa model ini belum bisa dikatakan relevan, sebab dalam prosesnya tidak ada pengontrolan informasi yang masuk. Ini dapat berakibat umpan balik yang dari berbagai posisi muncul tanpa adanya pengendali.
Nama   : Tri Widodo
Nim     : 26.10.1.1.026

Sejarah Ilmu Komunikasi



ILMU KOMUNIKASI





LOGO IAIN EMF.emf
















Oleh:
Tri Widodo                            Nim: 26.10.1.1.026




JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN USHULUDDIN IAIN SURAKARTA

Sejarah Ilmu Komunikasi
Publisistik dan jurnalistik istilah lain untuk komunikasi dikelompokan pasa ilmu social dan merupakan ilmu terapan (applied science). Para ahli komunikasi  menganggap demikian , karena termasuk dalam ilmu social dan ilmu terapan, maka ilmu komunikasi sifatnya interdisipliner atau  multidisipliner. Ini disebabkan oleh objek matrerialnya sama dengan ilmu-ilmu lainya, yang terutama masuk ke dalam ilmu social atau ilmu kemasyarakatan.
Bierstedt, dalam menyusun urutan ilmu, menganggap journalistic  sebagai ilmu, dalam hal ini ilmu terapan. Hal ini tidak mengherankan karena pada tahun ia menulis bukunya itu, yakni tahun 1457,  journalism di Amerika Serikat sudah berkembang menjadi ilmu (science), bukan sekedar pengetahuan (knowledge). Ini disebabkan oleh jasa Joseph Pulitzer, seorang tokoh kenamaan di Amerika Serikat yang pada tahun 1903 mendabakan didirikanya “School Of Jurnalism” sebagai lembaga pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan para wartawan. Gagasan Pulitzer ini mendapat tanggapan positif dari Charles Eliot dan Nicolas Murray Butler, karena ternyata  journalism tidak hanya mempelajari dan meneliti hal-hal yang bersangkutan persuratkabaran semata-mata, tetapi juga media massa lainya, maka journalism berkembang menjadi mass communication.
Dalam perkembangan selanjutnya, mass communication dianggap tidak tepat lagi karena tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld, Bernad Berelson, Hazel Gaudet, Elihu Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everett M. Rogers, dan para ahli cendikiawan lainya menunjukkkan bahwa gejala social yang di akibatkanoleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi banyak tahap. Ini dikenal dengan two communication dan  multistep flow communication. Pengambilan keputusan banyak dilakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersona (interpersonal comummication) dan komunikasi kelompok (group communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass communication).
Oleh sebab itulah di Amerika Serikat muncul  communication science atau dinamakan communicology, ilmu yang mempelajari gejala-gejala social sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi antarpersona. Kebutuhan orang-orang Amerika akan science of communication tampak sudah sejak tahun 1940-an, pada waktu seorang sarjana bernama Carl I. Hovland menampilkan definisinya mengenai Ilmu komunikasi. Hovland mendefinisikan science ofcommunication  sebagai :
” a systematic attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which in formation is transmitted and opinions and attitudes are formed”.
Sedangkan prosesnya sendiri dari komunikasi itu oleh Hovled didefinisikan sebagai :
“ the process by which an individual(the communicator) transmits stimuli( usually verbal symbols ) to modify the behavior of other individuals (communicates)”.
Pada tahun 1967 terbit buku The communicative Arts and Science of  Speech  dengan pengarang Keith Brooks yang mengetengahkan pembahasan mengenai Communatology secara luas. Mengenai Communitalogy  ini Keith brooks antara lain mengatakan :
“may communication scholars in many academic discpliners have contributed to our understanding of the basic processes and the special types and froms of communications activity in recent years. A Communicatology is concerned with the intergration of communication principles from this scholars. A communicotalogy also stands for a realistic philosophy of communication, a systematic research progam which tests theories, fills in gaps in knowledged, interprets, and cross valiadates the finding in specialized discipline and research programs. It provider a broad program which includes but not does limit itself to the interests or technique of any one academic discipline.”
Dari pendapat Brooks itu jelas bahwa communicology  atau ilmu komunikasi merupakan integritas prinsip-prinsip komunikasi yang diketengahkan para cendikiawan berbagai disiplin akademik. Komunikasi berarti juga suatu filsafat komunikasi realistis; suatu program peneliti yang sistematis yang mengkaji teori-teorinya, menjebatani kesenjangan dlam pengetahuan, memberikan penafsiran, dan saling mengabsahkan penemuan-penemuan yang dihasilkan disiplin-disiplin khusus dan program penelitian. Komukanologi merupakan program yang mencakup tanpa membatsi dirinya sendiri, kepentingan-kepentingan atau teknik-teknik tiap disiplin akademik.    

Pengertian komunikasi
Komunikasi dalam bahssa inggris Communication berasal dari kata latin Communicatio , dan  Communis  yang berarti sama, sama disini maksudnya sama makna. Kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dala bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Pengertian komunikasi tersebut hanya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung persamaan kmakna antara dua pihak yang terlibat. Minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya  Informatif  yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga  persuasive,  yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
Menurut Carl I, Hovland ilmu komunikasi adalah Upaya yamg sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland menunjukan bahwa yang dijadika obyek studi komunikasi bukan hanya penyampai informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (Public opinion) dan sikap public ( Public attitude). Dalam definisi khusus mengenai pengertian komunikasi sendiri, Hovlend mengatakan bahwa “ komunikasi adalah proses pengubah perilaku orang lain (communication is the proses to modify the behavior of other indufiduals).
Horold Lasswel dalam karyanya “ The structure   and fancion of communication in society” mengatakan bahwa cara terbaik menjelaskan komunikasi ialah  Who Says Which in Chanel To Whom With What Effect.  Paradigma Lasswel menunjukan bahwa komunikasi meliputi unsur-unsur  : Komunikator (communicator), Pesan (messge), Media(chanel), Komunikan(reciver), Effek(effect). Berdasarkan haltersebut, komunikasi adalah Proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan effek tertentu.
Konteks-konteks komunikasi
Konteks disini berarti semua factor diluar orang –orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari:
1.      Aspek Fisik










Daftar Pustaka

Effendi, Uchjana, Onong,  Ilmu Komunikasi Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Keraf, Gorys, Komposisi Flores, NTT: Nusa Indah, 2001
Tamsir, Sukari, Bahasa Indonesia Surakarta: Puri Media,2002

Jurnalistik


Apa yang dimaksud dengan Ragam Bahasa?
Bahasa merupakan alat komunikasi, identitas, serta alat pemersatu bangsa. Suatu bangsa bisa saja memiliki dialek yang berbeda-beda. Dialek dapat terbentuk oleh karena faktor geografis (tempat/daerah yang berbeda-beda), faktor sosial (dalam pergaulan sehari-hari/dalam suatu kelompok pergaulan), atau pun oleh karena faktor yang lainnya. Perbedaan dialek yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapannya.
Sebagai contoh pada Ragam Bahasa Indonesia dari faktor geografis, orang Jawa berbincang-bincang dengan orang Batak menggunakan bahasa Indonesia, namun kita tetap dapat membedakan mana yang orang Jawa, dan mana yang orang Batak meski bahasa yang mereka gunakan sama. Dari faktor sosial contohnya, ketika Arif sedang berbicara dengan atasannya atau di ruang rapat, ia menggunakan bahasa yang formal, namun ketika sedang bersama teman-teman lamanya, ia berbicara dengan bahasa nonformal (seperti bahasa gaul) untuk menciptakan suasana keakraban dan tidak kaku.
Penggunaan bahasa yang sama dengan dialek yang berbeda-beda seperti contoh di atas inilah yang disebut dengan Ragam Bahasa.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ragam Bahasa


Ada banyak hal yang dapat menyebabkan keragaman suatu bahasa, berikut penjelasannya :
1. Faktor Usia
Terlihat perbedaan cara bicara dari anak-anak kecil, para remaja, dan orang tua. Pada anak-anak masih terdapat tata bahasa yang kurang tersusun dengan rapih, dan masih sangat sederhana. Pada remaja umumnya menggunakan bahasa gaul. Sedangkan pada orang tua/dewasa tata bahasanya sudah lebih rapih dan lebih sopan meskipun bahasa yang digunakan tidak formal.
Atau terlihat juga keragaman tersebut ketika seseorang berbicara dengan orang yang usianya lebih tua, akan lebih sopan dibandingkan berbicara dengan teman sebaya.
2. Faktor Gender
Contohnya, ketika bapak-bapak berkumpul dan mulai berbincang-bincang diperbandingkan dengan ketika ibu-ibu yang berkumpul sangat terlihat jelas perbedaannya.
Berdasarkan penelitian, diperoleh bahwa perbedaan gender (pria/wanita) dapat mempengaruhi perbedaan pada fonologis, gramatikal, dan sintaksis/morfologis bahasa.
3. Faktor Tingkat Pendidikan
Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD akan berbeda ragam bahasanya dengan orang yang mengenyam pendidikan hingga sarjana, disebabkan oleh perbedaan pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki.
4. Faktor Profesi/Jabatan
Ilustrasinya, perbedaan cara bicara OB dengan Manajer
5. Faktor Budaya Daerah
Bahasa lahir dari budaya. Budaya masing-masing daerah yang berbeda melahirkan bahasa daerah dengan logatnya masing-masing. Ketika 2 orang yang memiliki perbedaan budaya dan bahasa daerah bertemu dan menggunakan 1 bahasa yang sama, tetap terdapat perbedaan dialek di antara mereka. Ilustrasinya telah saya berikan di awal pembahasan, mengenai orang Jawa dan orang Batak yang menggunakan bahasa Indonesia.
6. Faktor Bidang yang Ditekuni
Misalnya, orang yang menekuni bidang kimia mengerti dengan istilah-istilah kimia, namun orang awam belum tentu mengerti dengan istilah tersebut.
7. Faktor Lingkungan Sosial
Di awal pembahasan saya juga telah memberikan ilustrasinya, yaitu Arif yang berbicara dengan atasan berbeda dengan ketika ia berbicara dengan teman lamanya, tergantung kepada siapa lawan bicaranya.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Dialek
http://rayapost.blogspot.com/2009/04/variasi-bahasa.html
http://radjimo.multiply.com/journal/item/3

Jurnalis Foto


JURNALISTIK FOTO
Oleh : CHANDRA AN

JURNALISTIK FOTO
Adalah tata cara yang mengatur teknis pekerjaan penyajian berita atau informasi dengan menggunakan fotografi sebagai materi penyajian secara visual.
Dalam persurat kabaran, foto adalah paparan fakta secara visual. Sehingga faliditasnya cukup memiliki nilai kepercayaan yang tinggi dibanding sajian tulisan.
Jurnalistik Foto meliputi Penguasaan Jurnalistik dan Fotografi. Dengan demikian seorang Jurnalis Foto atau Pewarta Foto, selain faham tentang teknik fotografi secara umum, juga harus mengenal atau faham tentang Ilmu Jurnalisme.
Penguasaan teknik foto sebagai pendukung hasil akhir gambar / visualisasi fakta. Sedangkan arti pemahaman ilmu Jurnalistik akan mempengaruhi terhadap moment penting yang hendak disampaikan ke public. Artinya dengan memahami tentang Jurnalistik, si pewarta foto akan mengetahui betapa pentingnya sebuah informasi untuk diketahui public. Termasuk juga dapat menentukan feetback atau umpan balik dari pesan yang disampaikan ke public.

Rangkaian kerja seorang Jurnalis Foto meliputi :
  1. Perencanaan Peliputan.
  2. Penyiapan Konsep & Eksplorasi Peliputan.
  3. Peliputan.
  4. Editing dan Captioning.
  5. Dokumentasi.

PERENCANAAN
Peliputan foto jurnalistik harus direncanakan. Terutama penyiapan perlengkapan fotografi yang sesuai dengan medan peliputan dan tata tertib peliputan. Kurangnya perencanaan sering mengakibatkan pewarta foto tak mampu mendapatkan hasil yang maksimal.
Salah satu contoh kasus adalah peliputan Presiden RI. Dalam peliputan ini diterapkan aturan ketat, salah satunya adalah posisi pemotretan yang tak sebebas pejabat pemerintahan tingkat kelurahan maupun kota. Tentunya pewarta foto harus sadar bahwa perlengkapan fotografi menjadi factor penting yang mendukung hasil peliputan. Sangatlah tidak mungkin pewarta foto akan mengandalkan lensa dengan rentang lebar untuk mendapatkan gambar presiden secara dekat atau detil. Karena selain posisi peliput dan obyek yang diliput dibatasi jarak yang tidak dekat, juga harus berebut moment dengan rekan-rekan lain yang kadang saling berhimpit-himpit dan berdesakan.

Selain merencanakan peralatan yang dibawa, juga harus menyesuaikan penampilan. Membawa tas kamera ransel misalnya, sering mendatangkan kendala saat peliputan presiden di ruang in door. Selain karena aturan ketat protokoler, juga saat berdesak-desakan akan mengganggu rekan-rekan peliput yang lain. Idealnya justru membawa tas kamera yang simple namun memuat perlengkapan yang dibutuhkan.
Penampilan lain adalah cara berpakaian. Pakaian sangat mempengaruhi gerakan kita di ruang peliputan.
Setelah merencanakan perlengkapan yang dibutuhkan dan dibawa, serta penampilan, yang tak kalah penting adalah merencanakan peliputan. Pewarta foto harus mengerti apa yang hendak diliput. Oleh karena itu pewarta foto juga harus faham tentang acara yang didatanginya. Tentukan apa yang menarik untuk diliput. Harus tahu tokoh-tokoh siapa saja yang datang. Paham juga tentang alur acara. Serta peka terhadap isu yang bisa dikaitkan atau terkait dengan acara atau peristiwa yang diliput.

PENYIAPAN KONSEP & EKSPLORASI
Setelah merencanakan secara matang kesiapan peliputan, seorang pewarta foto juga harus memiliki konsep peliputan. Misalnya harus sudah ada di pikirannya tentang gambaran apa yang hendak diliput. Selain itu juga harus memiliki konsep pemotretan yang jelas, meliputi pilihan obyek foto (moment puncak), tokoh-tokoh yang terkait dengan isu segar (diluar maupun  dalam konteks peliputan), serta menentukan angle pemotretan yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan pemberitaan.
Konsep adalah syarat mutlak untuk pencapaian hasil yang maksimal. Sama halnya ketika seorang wartawan akan menulis berita, tentunya tak lepas dari konsep. Misalnya angle pemberitaan, pilihan lead berita, serta feed back dari pemberitaan atau pemuatan.
Dalam peliputan seorang pewarta foto juga harus rajin eksplorasi moment dan obyek yang menarik untuk pemberitaan. Selain eksplorasi moment juga angle pemotretan.

PELIPUTAN
Dalam peliputan adalah melaksanakan apa yang direncanakan dan apa yang telah dikonsep. Selain itu hasil eksplorasi juga akan menambah banyak pilihan angle berita foto yang hendak disampaikan. Kalapun tidak digunakan untuk pemuatan pada waktu itu, foto-foto yang dibuat juga akan menjadi sangat penting ketika terkait isu segar yang sedang in.
Dalam Jurnalistik Foto dikenal adanya approach (pendekatan). Pendekatan perlu dilakukan untuk mempermudah jalannya peliputan. Ada 3 Approach yang dikategorikan dapat mempengaruhi kelancaran pewarta foto dalam melakukan peliputan foto. Antara lain :
-Personal Approach : Pendekatan Personal
-Community Approach : Pendekatan Kelompok
-Visual Approach : Pendekatan Visual


EDITING dan CAPTIONING

Foto Jurnalistik juga tidak lepas dari editing. Editing yang dilakukan sejauh tidak menambah elemen gambar di luar kontek fakta yang terjadi dan terekam kamera.

Editing yang diijinkan dalam Foto Jurnalistik antara lain :
-Cropping : Pemotongan bidang gambar untuk
-Dodging : Pengurangan Cahaya (menggelapkan bagian tertentu)
-Burning : Penambahan Cahaya (menerangkan bagian tertentu)

Fungsi Editing :
-         Koreksi Bidang
-         Koreksi Warna
-         Koreksi Kekontrasan / Ketajaman Gambar

Prinsip editing adalah mengolah gambar tanpa memanipulasi obyek dengan tunjuan memperbaiki penampilan gambar agar jelas dan menarik untuk dilihat.
Selain melakukan editing, foto jurnalistik juga harus disertai caption. Caption adalah data tulisan yang menerangkan data obyek foto.
Foto jurnalistik tidak bisa lepas dari caption, karena caption berfungsi menerangkan data yang tidak dapat tergambar (kapan, siapa dan mengapa).
Foto Jurnalistik tanpa caption disebut foto bisu. Foto bisu sangat membingungkan pemirsa, bahkan bisa jadi pemirsa akan memiliki persepsi beda dalam memaknai maksud foto jurnalistik, karena tidak ada pesan yang mengarahkan.
Caption harus memuat unsur 5W + 1H yakni What (apa), When (kapan), Where (di mana), Who (siapa), Why (kenapa) dan How (Bagaimana).



DOKUMENTASI
Dokumentasi adalah tugas akhir seorang pewarta foto. Sebab foto-foto. Baik yang telah dimuat maupun tidak termuat akan menjadi arsip berharga. Besar kemungkinannya, foto-foto masa lalu akan menjadi bahan pemberitaan di kemudian hari terkait dengan isu yang lagi fresh.
Contoh : Ketika muncul pemberitaan sepak terjang mantan Presiden Soeharto ketika masih menjabat sebagai presiden di tahun 1982-1984. Sangat lah tepat kalau media masa cetak menurunkan foto-fotonya dengan obyek Soeharto pada masa-masa itu, bukannya yang dimuat foto Soeharto ketika sudah tidak menjadi presiden. Secara aktualitas peristiwa memang kurang, karena itu foto masa lalu (dokumentasi). Tapi aktualitas isu-nya justru fresh (segar) karena diangkat kembali (sebelumnya belum diangkat). Faktanya tetap faktual.
Dalam mendokumentasikan hendaknya disusun secara sistematis dengan maksud dan tujuan untuk mempermudah pencarian dan mengetahui datanya.
Bila data tersebut merupakan data digital, simpan dengan system folder di computer serta di-back up dengan compact disk atau flash disk.
Namun bila datanya berupa film simpan dalam tempat atau cabinet khusus yang tidak mudah lembab.

FOTO JURNALISTIK
Adalah karya dari proses Jurnalistik Foto.
Foto Jurnalistik merupakan foto-foto yang mengandung nilai kepentingan berita untuk diketahui publik yang disampaikan melalui media cetak (majalah maupun koran)
Yang membedakan foto jurnalistik dengan foto-foto lain adalah penyertaan caption sebagai pelengkap foto yang berfungsi untuk menceritakan data-data yang tak terungkap dalam gambar (misalnya kapan, dimana, mengapa).

Foto Jurnalistik yang baik :
  1. Menarik dan layak untuk diketahui publik (Pesan maupun visualisasinya).
  2. Mampu melahirkan dampak (featback) pada publik (menggerakkan emosi).
  3. Monumental.
  4. Memberikan informasi dan kesan kepada public.

Jenis Foto Jurnalistik :
 - Feature                    : Foto yang memaparkan kisah kehidupan manusia.
- Head Shot               : Foto Close Up / setengah badan (identitas).
- Spot News               : Foto Peristiwa yang sedang hangat.
- Human Interest:       : Foto yang menampilkan sisi kehidupan manusia.
- Esai                          : Foto yang ditampilkan secara sekuel dgn 1 tema.
- Displai                      : Kumpulan Foto yang ditampilkan secara display.


Fungsi Foto Jurnalistik dalam Penerbitan Cetak :

  1. Sebagai penegas fakta.
  2. Memberi gambaran fakta visual.
  3. Mengundang daya tarik pembaca.
  
Hal-hal yang perlu dihindari dalam karya Jurnalistik Foto :

  1. Menyampaikan fakta yang direkayasa.
  2. Memunculkan persepsi diluar konteks fakta yang sebenarnya.
  3. Memancing emosi ke arah negative (bagi sumber maupun public).
  
Kaidah 5W+1H dalam Foto Jurnalistik.

Dalam Jurnalistik tak lepas dari barometer 5W+1H, yakni What (apa), When (kapan), Where (di mana), Who (siapa), Why (kenapa) dan How (Bagaimana). Artinya dengan melibatkan 5W+1H, pembaca akan mengetahui kejelasan dari informasi yang kita tulis (misalnya berita).
Lalu hubungannya dengan Foto Jurnalistik ? Foto Jurnalistik juga tak bisa lepas dari 5W+1H. Kalau pun secara visual sulit memenuhi unsure tersebut, minimal dalam caption foto (keterangan tertulis foto) harus menyangkut 5W+1H.
Caption dalam Foto Jurnalistik sangat penting. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan pembaca agar tidak salah persepsi menerjemahkan tampilan visual pemberitaan.



Penulis adalah Pewarta Foto SKH Kedaulatan Rakyat
Pernah bekerja di Harian Sore WAWASAN Semarang & Harian Umum KOMPAS.
Selain Pewarta Foto juga pernah sebagai Pengajar Materi Fotografi Jurnalistik di D-III PR Undip dan Fotografi Arsitektur di Fakultas Teknik Arsitektur UNIKA Soegijapranata Semarang
Sampai sekarang masih aktif sebagai pemateri Jurnalistik Foto di Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Propinsi Jawa Tengah dan lembaga penerbitan kampus di Semarang.
Staf Pengajar Fotografi Lembaga Pendidikan Wartawan PWI Jateng.
No telpon : 081 39096 4545, 024 70257968 (fleksi)
Pendidikan : FISIP (ANE) UNTAG Semarang & Jurnalistik STIK Semarang


Ilmu Komunikasi



ILMU KOMUNIKASI
MEDIA MASSA DAN DAKWAH ISLAM




LOGO IAIN EMF.emf













Dosen Pengampu :
Eny Susilowati, S. Sos., M. Si.

Oleh:
Tri Widodo                            Nim: 26.10.1.1.026




JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN USHULUDDIN IAIN SURAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan bahkan setiap tahun manusia membutuhkan informasi-informasi, yang petani membutuhkan informasi pertanian, pedagang membutuhkan informasi tentang harga-harga barang, guru membutuhkan informasi tentang pendidikan, mahasiswa membutuhkan informasi tentang keadaan civitas akademik dan Negara dan lain sebagainya membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan kebutuhan masing-masing.
Informasi-informasi tersebut dapat didapatkan melalui berbagai media, baik media cetak seperti surat kabar, majalah, brosur. Dan media elektronik televise, radio, internet dll.dari berbagai media tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing tinggal dari mana sudut pandang mereka dan kebutuhan akan informasi tersebut dibutuhkan.
Dalam hal ini peran pelaku media sengat penting dalam hal mengkomunikasikan informasi-informasi, sehingga dapat membentuk ideology bangsa. Karena dari informasi yang diterima menjadikan sudut pandang dari apa yang mereka terima dari informasi tersebut.
Tidak menutup kemungkinan  dengan dakwah islam,yaitu dengan mengkomunikasikan islam lewat berbagai media massa, sehingga mereka yang sudah islam semakin mengetahui tentang keislamannya, yang belum islam dapat mengetahui tentang islam, sehingga kalau dikomunikasikan secara persuasive dapat masuk islam.
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunaka media massa, baik cetak atau elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di benyak tempat. Sehingga kalau dakwah islam mengguanakan media massa tersebut sangat efektif dan strategis, karena cukup satu pemancar dan satu pesan sudah ribuan pendengar yang dapat menangkap pesan tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dakwah.
Dakwah adalah kewajiban setiap muslim yang harus dilakukan secara bersinambung, yang tujuan akhir mengubah perilaku manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap yag benar, yakni untuk membawa manusia mengbdi kepada Allah secara total, mencintai Allah dan Rosul mereka lebih dari kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri, seperti yang ditunjukan para sahabat Nabi.
Keberhasialan dakwah pertama-pertama adalah karena hidayah Allah, bukan sekedar hasil usaha manusia, ini sering kita lupakan. Hal ini tercermin, misalnya pada masuknya islamnya Asiah (istri Fir’aun), sahabat Nabi Umar bin Khatab, serta kekafiran ayah Nabi Ibrahim(Azar). Agak sulit manjelaskan secara “rasional”mengapa orang-orang itu memperoleh hidayah Allah, Sementara yang lain tidak.
Keberhasilan dakwa kedua adalah pendakwah yang memberi inspirasi kepada khalayak, sehingga para pendengar dapat mengambil hikmah dari hidup para penceramah dan merealisasikan terhadap kehidupan mereka masing-masing.
Keberhasilan ketiga adalah media yang digunakan, yaitu lewat apa pesan-pesan akan agama itu disampaikan, sepertihal nya iklan pada televise, setiap menit dan setiap jam produk-produk mereka di pertontonkan sehingga mensugeti mereka yang melihat iklan tersebut. Begitu pula kalau agama dilihatkan setiap menit dan setiap jam maka mereka dengan sendirinya akan mengikuti.
B.     Pengertian Agama
Agama secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata a yang berarti tidak dan gama  berarti kacau.dari  definisi tersebut agama mempunyai pengertian segala sesuatu yang teratur dan tertata. Dalam pengertian ini agama memainkan fungsi untuk memelihara integritas seseorang atau sekelompok orang agar hubunganya dengan tuhan, sesamanya, dalam alam sekitarnya tidak kacau. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas, nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Timbulnya agama merupakan jawaban manusia terhadapmunculnya realitas tertinggi secara misterius. Pada satu sisi realitas tersebut mankutkan tetapi dalam sisi yang lain menakjubkan. Dalam interaksi dengan realitas miterius tersebut manusia tidak berdiam diri ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons untuk dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup.Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi dalam proses menjalani hidup. 


C.    Efektivitas dakwah lewat media massa
Bila dakwa dikemas dalam bentuk media massa yang menarik, jelas dakwah tersebut mengandung hiburan yang menimbulakan rasa senang dan mengandung dimensi pesan yang mempengaruhi emosi khlayak. Persoalanya adalah mana yang lebih dominan, bila unsure hiburannya lebih dominan, maka unsure dakwahnya akan tertelan oleh unsure hiburanya.maka dampaknya tidak akan berarti. Sebagai mana diakui Aristoteles,imbaun emosional diperlukan untuk memotivasi manusia untuk melakukan tindakan yang baik. Logika itu sendiri tidak memotivasi orang un tuk bertindak, namun imbauan emosional yang berlebihan dapat menurunkan akal(Johannesen, 1996: 44)
Ada problem lain, media massa sering dikaitkan dengan hiburan dan hura-hura, sehingga kesanya bertentengan dengan hakikat dan tujuan dakwah. sebagian kelompok media massa menampilkan hiburan-hiburan saja. Sehingga apakah orang akan melihat pesan agamanya dalam hiburan tersebut atau justru memperhatikan hiburanya.
Sebenarnya, agar media massa khususnya elektronik cukup efektif digunakan untuk berdakwah, para pelaku dakwah, pesan-pesan dalam hiburanya, haruslah islami. Haruslah mereka menampakan keislamannya atau keagamaannya dari pada hiburanya, untuk dapat mendakwahkan secara efektif.

  



















Bab III
Penutup


Kesimpulan
            Sebagai kesimpulan, peran media massa dalam mempromosikan akan nilai-nilai keagamaan atau mendakwahkan agama, meninggikan kesadaran spiritual dan mendorong untuk beramal sepertimelakukan salat, berdema, shodaqoh, dsb dibolehkan. Hanya saja penyampain pesan-peswan agama harus dilakukan secara sederhana dan berdasarkan pada norm-norma yang dibenarkan dalam islam.
            Pengemasan dakwah islam yang efektif akan menjadikan pencapaian pendakwah terhadap pesan-pesan agama(islam) akan lebih menarik dak menjadikan dakwah kita dapat diterima, dirasakan dan dilakukan oleh khalayak.
Akhirnya, untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya pengaruh media massa sebagai sarana dakwah, agaknya kita harus  bertanya kepada hati nurani sendiri, bukan kepada ego nafsukita. Apalagi, bila kita tidak memiliki bukti-bukti ilmiah mangenai masalah ini.karena pengaruh media massa yang cenderung menghipnotis.



























DAFTAR PUSTAKA
Mulyana Deddy, “Nuansa-nuansa Komunikasi” Bandung: Remaja Rodaskarya, 1999
Mulyana Deddy, “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” Bandung: Remaja Rodaskarya, 2001
Effendi, Uchjana, Onong,  Ilmu Komunikasi Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Greertz, Clifford. “Kebudayaan dan Agama” Kanisius: Yogyakarta, 1992